Selasa, 04 Mei 2010
JADILAH KEKASIHKU
dekatilah Aku
kan ku beri kau benih mawar ini
semailah di ladang jiwamu
dan rawat dia dengan syahadat atasKu
dekatilah Aku
hingga mawar tumbuh dengan lima kelopak
dan sembilanpuluhsembilan daun memucuk
maka Aku akan mendekatimu
dekatilah Aku
dengan sayap malaikat-malaikat pelindung
juga lantunan syair merdu para fisabililllah
maka Aku akan menyayangimu
dekatilah Aku
dengan langkah ringan dan tangan terbuka
bagi para kaum dhuafa
maka Aku akan mengasihimu
dekatilah Aku
dengan segenggam syariat
dan sekeranjang buah ukhuwah
maka Aku akan mencintaimu
dan ketika Aku mencintaimu
;Aku menjadi pendengaran yang kau gunakan untuk mendengar
Aku menjadi penglihatan yang kau gunakan untuk melihat
Aku menjadi tangan yang kau gunakan untuk menyentuh
Aku menjadi kaki yang kau gunakan untuk berjalan
cintailah Aku
maka Aku akan menjadi kekasihmu
AKULAH DEBU
Dalam perjalanan ini
Ku lewat di antara padang berpasir
Tanpa mampu kulihat atap
Untuk sekedar berteduh
Setiap langkah kakiku
Ku lewat di antara jalan berdebu
Sesekali tertiup bayu
lalu melekat disela-sela jemari tanganku, kakiku, dan tubuhku
setiap pandangan mataku
ku lihat pemandangan berdebu
menggantung di pucuk-pucuk awan
lalu mengaburkan netraku
hingga akhir perjalanan
sekumpulan camar menyadarkanku
tentang kuasa yang Dia punya
dan kebesaran kasih semesta alamMu
maka aku lihat kedalam aku
:aku hanyalah sebutir debu
yang menempel dan mengotori kulitMu..
Jumat, 30 April 2010
PERPISAHAN
PERPISAHAN
#1
Sejak pertemuan itu
Kita sadar bagaimana ini akan berakhir
Sebuah perpisahan telah termangu
Menunggu kita di depan meja makan
Di atas meja makan
Ku tuang secangkir teh panas
Kulihat buih-buih masih mengambang
Mengitari sudut-sudut cangkir
Lalu terbawa asap
Mengepul ke dasar langit biru
Lihatlah kumpulan awan di balik jendela kayu itu
Berarak pergi meninggalkan secangkir teh di meja makan
#2
Setengah musim berlalu
Rintik hujan menyapu bersih sekumpulan awan
Pun pada kerut dahimu
Kini tak dapat kulihat lagi
Kau pergi…
Reranting patah di senja hari
Sisakan pelangi
Buah hujan sore tadi
#3
Aku juga pergi
Saat gerimis tak lagi merintik
Lalu kemarau akan segera datang
Membumbungkan awan jauh dari batas khatulistiwa
Reranting patah kini mengering
Membusuk bersama reruntuhan meja makan
Tak ada sisa kenang
Selain aroma secangkir teh musim lalu
#4
Dengan gumpalan kasihku yang retak-retak
takkan ku lupakan kau, kasih..
Selamat tinggal
Kubawa aroma teh bersamaku
Pada jingganya senja
Di kaki bukit
Paduan tujuh warna masih berpelangi
Melengkungkan kenang kita
Tanpa kata
@ Arimbi, 300410
#1
Sejak pertemuan itu
Kita sadar bagaimana ini akan berakhir
Sebuah perpisahan telah termangu
Menunggu kita di depan meja makan
Di atas meja makan
Ku tuang secangkir teh panas
Kulihat buih-buih masih mengambang
Mengitari sudut-sudut cangkir
Lalu terbawa asap
Mengepul ke dasar langit biru
Lihatlah kumpulan awan di balik jendela kayu itu
Berarak pergi meninggalkan secangkir teh di meja makan
#2
Setengah musim berlalu
Rintik hujan menyapu bersih sekumpulan awan
Pun pada kerut dahimu
Kini tak dapat kulihat lagi
Kau pergi…
Reranting patah di senja hari
Sisakan pelangi
Buah hujan sore tadi
#3
Aku juga pergi
Saat gerimis tak lagi merintik
Lalu kemarau akan segera datang
Membumbungkan awan jauh dari batas khatulistiwa
Reranting patah kini mengering
Membusuk bersama reruntuhan meja makan
Tak ada sisa kenang
Selain aroma secangkir teh musim lalu
#4
Dengan gumpalan kasihku yang retak-retak
takkan ku lupakan kau, kasih..
Selamat tinggal
Kubawa aroma teh bersamaku
Pada jingganya senja
Di kaki bukit
Paduan tujuh warna masih berpelangi
Melengkungkan kenang kita
Tanpa kata
@ Arimbi, 300410
Jumat, 29 Januari 2010
Telaga Bening Tepian Hati
aku menantimu di kesunyian telaga ini
saat detik tak lagi ingin berdetak
merotasikan waktu
aku menantimu dalam keheningan
saat kelam menguasai malam
di tepi telaga tanpa naungan
hhh..
mengapa mimpi merambat begitu lambat
sisakan lendir sebagai jejak
gelincirkan langkahku
yang terus menapakimu
hanya kibasan ikan di atas permukaan air,
angin mendesir di rerumputan, dan
kumpulan mimpi yang berkerumul
seperti kerumunan telur siput
telaga hening jadi saksi
bening telaga di mataku
sebening telaga hatimu
saat detik tak lagi ingin berdetak
merotasikan waktu
aku menantimu dalam keheningan
saat kelam menguasai malam
di tepi telaga tanpa naungan
hhh..
mengapa mimpi merambat begitu lambat
sisakan lendir sebagai jejak
gelincirkan langkahku
yang terus menapakimu
hanya kibasan ikan di atas permukaan air,
angin mendesir di rerumputan, dan
kumpulan mimpi yang berkerumul
seperti kerumunan telur siput
telaga hening jadi saksi
bening telaga di mataku
sebening telaga hatimu
Kamis, 14 Januari 2010
Kuasa Penjaga Hati
sinar matamu penghancur
pasir, kerikil, bongkahan dan bukit batu hati
sekejap rata lebur
sisakan debu
tidak hutan, tidak belukar
semua habis terbakar
panas api tubuhmu
Hai, pengerontang hatiku
kini kuserahkan akan jadi apa,
tetap gersang dan kerontang
atau kau bangun syurga firdaus
hingga kau merasa nyaman dan tak berfikir melangkah pergi
terserah padamu
karena hati ini
milikmu seutuhnya
Pohon Keyakinan
sepanjang akar pohon hayat
berbatang syariat,
berbunga ma'rifat
berbuah hakikat
dalam rimbun daun keikhlasan
mengenal diri
maknai arti
mengambil hikmah atas segala terjadi
sebatang pohon
tak runduk disambar petir
pancaroba tak membuat jadi sirna
kemarau panjang hanya gugurkan daun-daun ikhlas
yakinkan aku
sesaat setelah turun hujan
pucuk bersemi
putik dan kuntum bersiap diri
berbatang syariat,
berbunga ma'rifat
berbuah hakikat
dalam rimbun daun keikhlasan
mengenal diri
maknai arti
mengambil hikmah atas segala terjadi
sebatang pohon
tak runduk disambar petir
pancaroba tak membuat jadi sirna
kemarau panjang hanya gugurkan daun-daun ikhlas
yakinkan aku
sesaat setelah turun hujan
pucuk bersemi
putik dan kuntum bersiap diri
Rabu, 13 Januari 2010
Mengenangmu
;Termangu di senja tanpa lidah
Aku mengenangmu
Dengan secarik rindu
yang terbuka pada lembaran usang tak bertuan
Aku mengenangmu
Dengan segumpal keluguan
Yang terungkap lewat senyum tanpa sepercikpun gundah
Aku mengenangmu
Pada lembaran daun teh yang menghijau
Di sepanjang setapak kecil bukit Persil
Bersanding kembang melati yang mewangi
Dan kumbang jantan bersayap satu
Bersatu.
Kemudian hilang saat malam mengabukan awan
Tak ada lidah yang berkata-kata
Hanya desau angin yang mulai mendingin
Dan bersembunyi dibalik bukit
Menyembunyikan rindu, hingga aku tak lagi mengenangmu
Aku mengenangmu
Dengan secarik rindu
yang terbuka pada lembaran usang tak bertuan
Aku mengenangmu
Dengan segumpal keluguan
Yang terungkap lewat senyum tanpa sepercikpun gundah
Aku mengenangmu
Pada lembaran daun teh yang menghijau
Di sepanjang setapak kecil bukit Persil
Bersanding kembang melati yang mewangi
Dan kumbang jantan bersayap satu
Bersatu.
Kemudian hilang saat malam mengabukan awan
Tak ada lidah yang berkata-kata
Hanya desau angin yang mulai mendingin
Dan bersembunyi dibalik bukit
Menyembunyikan rindu, hingga aku tak lagi mengenangmu
aku padamu
Aku merayu pada malam
Agar menunjuk satu bintang
Yang kan terangi alam
Walau siang tak terbentang
Aku meminta pada sunyi
Agar memberi satu kepastian
Yang kan damaikan hati
Pada diri yang tertawan
Aku terduduk memangku lutut
Terkenang dendam, juga cinta
Yang berkelebat melintas mataku
;Lentera redup karena usia
Dan aku memohon padaMu
Agar hanya ada satu
RidhaMu yang kan bersamaku
Agar menunjuk satu bintang
Yang kan terangi alam
Walau siang tak terbentang
Aku meminta pada sunyi
Agar memberi satu kepastian
Yang kan damaikan hati
Pada diri yang tertawan
Aku terduduk memangku lutut
Terkenang dendam, juga cinta
Yang berkelebat melintas mataku
;Lentera redup karena usia
Dan aku memohon padaMu
Agar hanya ada satu
RidhaMu yang kan bersamaku
Menjejal ajal agar tak merancu
di awal 2010
Tiga orang ibu menghalangiku
Dengan wajah ketakutan dan penuh amarah
Seraya berkata, “jangan kau lanjutkan langkahmu nak..”
Satu telunjuk membusur dari tangannya
“Kenapa?” tanyaku
Di arah itu, kulihat seekor buaya memangsa buaya lainnya
Dan terlihat tulang anak ayam yang berserakan
Mencuat satu per satu dari daging yang bercecer
Ternyata buaya tetaplah buaya
Memangsa apapun yang terlihat
Walau sakit gigi, ia takkan menolak buaya lain yang mati
Untuk segera melahapnya
Ada kesedihan di ketiga wajah sayu, senja itu..
Dengan wajah ketakutan dan penuh amarah
Seraya berkata, “jangan kau lanjutkan langkahmu nak..”
Satu telunjuk membusur dari tangannya
“Kenapa?” tanyaku
Di arah itu, kulihat seekor buaya memangsa buaya lainnya
Dan terlihat tulang anak ayam yang berserakan
Mencuat satu per satu dari daging yang bercecer
Ternyata buaya tetaplah buaya
Memangsa apapun yang terlihat
Walau sakit gigi, ia takkan menolak buaya lain yang mati
Untuk segera melahapnya
Ada kesedihan di ketiga wajah sayu, senja itu..
Selasa, 12 Januari 2010
Senantiasa ada: i love u, cinta.
Langganan:
Postingan (Atom)