Senin, 31 Agustus 2009

Sebuah Pelayaran



Ku mulai hidupku dalam sebuah pelayaran
Mencoba menapak di lautan lepas
Ku kembangkan layar senada irama terpaan bayu
Tanpa tahu kemana arah yang ku tuju

Dihamparan laut lepas
Mencoba menebak liuk gemulai alam
Pada gelombang yang kadang tenang..
Kadang ganas menerjang apa saja yang menghadang

Mencoba dan terus mencoba.. mencapai jawaban sebuah asa
Walau kadang gelombang mengombang-ambingkan hati
Tapi ombak sesekali memercik tawa salam canda
Hibur diri yang terpatri

Masih melaju.. dan tetap melaju dengan tenang
Tak peduli badai menggulung semua harapan
Ku tetap bertahan
Karena aku sadar terpaan hanyalah sebongkah cobaan yang harus ku terjang
Ku teruskan berlayar dan berlayar
Karena aku tahu didepanku menunggu keindahan yang tak terbayangkan
Ku terus kembangkan layar
Terus menerjang gelombang yang menghadang
Sampai saatnya ku temukan pelabuhan akhir yang mendamaikan



Rabu, 19 Agustus 2009

Berharap pada celahMu

Ya Allah, celah ini semakin sempit untukku melihat
Pada luasnya keagungan Arasy Mu
Kini mulai menyudutkanku pada kehampaan
Menimbun nista yang semakin dalam

Ya Allah, bila memang celah ini bisa terbuka, bukakanlah untukku
Sungguh, aku tak sanggup terkubur lebih dalam
Terkepung dalam kehampaan
Tenggelam dalam samudera dosa dan nista

Ya Allah, peluk aku dalam cahayaMu
Rebahkanku dalam damaiMu
Berikan kesempatan untukku berenang dalam lautan kasihMu
Penuhi hatiku dengan cintaMu

CintaMu adalah kemurnian, abadi dan suci
TitahMu adalah keberkahan bagiku
Jadikanlah cintaku hanya karenaMu
Sembah sujudku hanya untukMu

Ya Rabb, penguasa setiap nurani
Bukakanlah celah untukku melihat keagunganMu
Rangkul aku dalam putihnya kasih dan ridhoMu
Agar suci segala nista diri



Selasa, 18 Agustus 2009

Bulan separuh dan para bintang



Kucoba menengadah, menajamkan mata
Kutatap langit yang terlihat kelam
Jelas ku lihat bulan separuh
Bertabur bintang, berpendar padanya

Kadang samar berpeluk awan
Indah dalam sinar temaram
Kunikmati sepoi yang masih saja berhembus
Membelai sutera penutup kepala

Coba resapi dan pahami,
Sukma ini terasa hampa..
Jiwa ini begitu kelam
Hati ini berselimut pekatnya awan

Hampa kini makin menggema
Menggetarkan dindingdinding rasa
Kuresapi hembusan nafas yang berirama
Aku ada diantara kesunyian dunia

Masih terus resapi dan tetap pahami
Menggaung, merongrong rasa dalam sanubari
Coba meraba rapuhnya dinding hati
Apa yang sebenarnya terjadi?

Sendiri, mematung raga dalam diri
Bersama bulan separuh dan berjuta cahaya bintang
Dan hembusan angin yang menembus pekatnya awan hitam
Akankah kutemukan sebersit cahaya seperti cahaya bulan separuh dan bintang di langit?
Agar jiwa kelam ini sedikit tersinari

Agar Aku Mengerti



Katakan padaku wahai bintang malam
Kemana harus aku tambatkan
Rasa yang merajalela
Yang tumbuh dan terus tumbuh
Memenuhi tiap rongga jiwa
Meluap..
Menetes pada tiap setapak yang ku lalui
Tinggalkan jejak pada nafas yang selalu tersengal-sengal
Katakan padaku wahai angin malam
Kemana lagi ku harus melangkah
Kemana lagi harus ku cari
Tambatan atas cinta yang menggelora
Yang tak pernah ada sapa
Padanya segala daya tercipta
Padanya segala asa kubingkai
Katakan padaku wahai malam yang kelam
Apa kau ada untuk menemaniku
Apa hitam yang kau beri mampu menerangi jiwa yang tak kenal hakikat cinta
Katakan padaku wahai makhluk malam
Kemana putih yang seharusnya terpancar
Pada jiwa-jiwa yang dilanda kasih
Bukankah kelabu hanya semu
Kenapa ia begitu nyata bagiku
Bukan hitam
Bukan pula putih
Kelabu kini pudarkan keyakinan hati
Kelamkan malam dan sejatikan warna malam
Suram..
Katakan padaku..walau dengan bisikan yang begitu pelan
Bisikan dengan perlahan..
Agar aku mengerti
Karena aku ingin mengerti
Ku butuh mengerti..
Atas hakikat cinta yang tak pernah bisa aku miliki
Tak bisa memiliki..
Wahai para bintang, rembulan, angin malam, dan makhluk malam yang selalu saja dalam kelam
Berilah keyakinan padaku.. bahwa hatiku tak sekelam duniamu

Agar aku mengerti

Kamis, 06 Agustus 2009

LAPAR

Aku terbangun saat dingin terasa menyayat kulitku,dingin sekali, sampai tak bisa lagi kurasakan betapa dinginnya udara kali ini. Jari-jari tangan dan kakiku seperti mati rasa. Dengan payah kucoba membuka mata. Ah, masih gelap ternyata, aku mencoba lagi menutup mata, melanjutkan tidurku, tapi seketika aku tersadar ternyata aku tertidur tanpa mengenakan baju.”Dimana ini?” tanyaku dalam hati. “Kenapa aku hanya tidur beralaskan kardus? Siapa yang memindahkanku dari kamarku yang hangat? Kenapa dingin sekali?” tanyaku lagi dmasih dalam hati. Celanaku masih terasa basah dan kulihat kaos berwarna cokelat, atau entah warnanya apa karena tampak begitu kusam tergantung di gagang rollingdor disamping tempatku tidur, dan tampaknya masih basah pula.

Sisa-sisa hujan semalam masih terasa, udara yang dingin sesekali membawa butiran air, dan menghempaskannya ketubuhku, benar-benar semakin membuatku menggigil. “Dimana ini?” Tanyaku lagi masih dalam hati sambil memperhatikan sekitarku.Gelap. Hanya beberapa neonbox yang masih kulihat nyalanya,redup tapi masih bisa kulihat tanganku sendiri, tampak lebih hitam dan kurus, kuku-kukunya hitam dan kotor,begitu juga dengan kakiku, banyak bekas koreng dan ada beberapa yang masih basah dan terasa perih waktu kusentuh.

“Apa yang terjadi denganku? Kenapa aku disini?” Aku menggigil…

Kulihat matahari perlahan mulai menampakan wajahnya, perlahan terasa hangat diwajah dan sekujur tubuhku, yang entah kenapa berubah legam dan tampak begitu kurus. Perlahan, aku bangkit dan duduk menghadap arah datangnya matahari. Kurasakan perutku melilit, sakit bukan main. Dan terasa semakin sakit tiap kali kugerakan badanku. “Kenapa ini?” Perutku seperti tak terisi makanan selama berhari-hari,badanku lemas sekali.

Belum reda sakitku, kurasakan sesuatu menghantam punggungku hingga aku terjerembab tak berdaya.
"Pergi lo sana ! Gue dah mau buka, dasar gembel sialan !!!" seseorang mengumpat setelah mendorongku dengan kakinya yang kemudian membuka rollingdoor tokonya. Sambil menahan sakit kucoba bangkit, tapi badanku begitu lemah, dan aku kembali tersungkur.

Aku kaget setengah mati saat kulihat wajahku di genangan air didepanku. “Apa ini? Aku siapa? Wajah siapa ini?” bukan wajahku yang kukenal yang kulihat. Yang kulihat didepanku saat ini lebih mirip seperti mayat hidup. Tampak tirus, tampak hitam di sekitar mata, bibirnya begitu pucat, tulang pipi yang terlihat jelas seperti tak ada daging disana.

“Apa yang terjadi denganku?” pertanyaan itu tak henti-hentinya terlintas dalam otakku.
"Hey, ni baju loe.. bikin kotor aja!!!" kata orang itu sekali lagi sambil melemparkan baju yang tadi tergantung, dan kini tepat mengenai kepalaku saat aku mulai melangkah dengan gontai. Lapar sekali. Perutku semakin sakit, mau pingsan rasanya. Aku masih berjalan menyusuri depan toko yang mulai membuka pintunya, deru mobil dan motor
bertambah ramai. Bising. Dan membuatku semakin pusing.
Pikiranku masih bertanya-tanya, “Sedang dimana aku ini? Apa yang terjadi?” tapi pikiran itu selalu dikalahkan oleh rasa sakit di perutku yang terasa makin menyiksa.
Lapar.

Kulihat seorang pria yang baru saja membuka tokonya. Bau harum roti dan kue dari dalam tokonya begitu menyengat dihidungku. Membangunkan cacing-cacing diperutku yang sedari tadi, atau kemarin, atau mungkin juga dari kemarin lusa belum mer sakan sedikitpun makanan. Entah.
Aku dekati pria itu dan mencoba berbicara dengannya, mungkin saja aku akan mendapatkan sedikit saja roti untuk mengganjal perutku yang terasa makin sakit tiap detiknya. Tapi, kenapa ini? Kemana suaraku? Aku mencoba berbicara tapi tak terdengar suara, hanya erangan, tak jelas apa bunyinya. “Kenapa aku tak bisa berbicara?”
Pria itu menatapku yang sedang mencoba berbicara dan memegangi perutku. Lalu dengan muka jijik dia mengacungkan jari telunjuknya, mengisyaratkan agar aku segera pergi. Aku ingin sekali teriak tapi pita suaraku sepertinya telah lenyap entah kemana.

Aku terus berjalan masih dengan memegangi perutku yang terasa seperti dicabik-cabik, aku sudah tidak tahan lagi. Aku tersungkur, dan kurasakan seluruh tubuhku menggigil, koreng dikakiku semakin perih saat menempel diteras yang
semakin panas karena hari bertambah siang. Entah berapa lama aku terbaring disana.
Kulihat bungkus makanan disamping tempat sampah, aku mencoba bangkit untuk meraihnya. "Tak apalah makanan sisa, daripada aku mati" batinku. Hanya beberapa suap nasi yang mulai basi dan tulang ayam yang tak tersisa sedikitpun dagingnya. Kumakan dengan begitu lahapnya seakan-akan yang kumakan itu adalah hidangan mewah makan malam seorang raja.

Tapi rasa sakit diperutku tak banyak berkurang. Badanku masih menggigil dan masih terasa begitu lemas. Tampaknya makanan tadi hanya cukup untuk cacing-cacing dalam perutku saja,belum untukku.

“Dimana ini? Aku sama sekali tak kenal tempat ini. Kenapa tubuhku berubah seperti ini? Aku ingin pulang…”

Perutku sakit sekali.

Matahari tepat berada diubun-ubun kepalaku, berputar-putar, mataku berkunang-kunang, tangan dan kakiku gemetaran,
dan tentu saja perutku yang sakitnya tak bisa lagi aku ceritakan. Aku belum pernah merasakan yang seperti ini sebelumya. “Apakah begini rasanya kalau mau mati?”

Dengan langkah gontai aku menghampiri satu persatu tempat sampah, berharap akan menemukan sesuatu yang bisa kumakan. Aku tak peduli lagi rasa jijik, apakah itu sisa tikus atau sisa lalat, yang kupikirkan sekarang adalah lapar yang sepertinya akan segera membunuhku. Rasa sakit diperutku tak terobati dengan sisa-sisa makanan yang kumakan, sepertinya lambungku memang sudah terlanjur terluka karena terlalu lama dibiarkan kosong. Kurasakan semakin melilit dan sekarang aku sudah benar-benar tidak kuat berjalan lagi, aku terduduk lemah menahan sakit. Lalu, tersungkur lagi. Aku menggigit bibirku, sakitku tak tertahankan. Sepertinya aku tak punya lagi sisa-sisa kekuatan. Akhirnya mataku terpejam saat matahari meredup dan menghilang.

"Apakah ini di surga?" saat kulihat sesosok wajah perempuan sedang tersenyum.
"Ngomong apa si kamu Du? Ngigo kamu, ini mama" kata perempuan tadi sambil membantu mendudukkanku ditempat tidur.
"Mama?"
"Iya, memang kamu kira siapa?, malaikat?"
"Aku dimana?" kataku sambil melihat sekelilingku.
"Kamu semalem pingsan, waktu kamu bilang sakit perut. Takutnya kenapa-napa jadi mama bawa kedokter.
Tapi kata dokter kamu cuma sakit perut biasa, kata dia karena kebanyakan makan." katanya sambil mengambilkan minum untukku.
"Nanti siang juga sudah bisa pulang, makanya Du,mulai sekarang kalau makan tu pakai aturan mentang-mentang lagi banyak makanan semuanya disikat, jadi sakit kan sekarang?!" lanjutnya.
"Kamu kenapa nangis Du? Masa cowok sakit perut doang nangis.."

...
Lalu kupeluk perempuan didepanku.

"Aku sangat beruntung ma.."






Rabu, 05 Agustus 2009

>> kebahagiaan



Kebahagiaan Adalah Kemampuan Menikmati Apa yang Engkau Miliki


Embun kini, masih nyaman menyusuri urat-urat rumput ilalang di halaman rumah pagi ini. Sesekali menyelinap dalam bulu-bulu halus pada hijaunya, dan akhirnya berlomba bersama surya, meluncur menuju kumpulan kerikil di atas tanah. Ah, tapi sayang butiran bening itu ternyata lebih dulu menguap sebelum menuju garis finish.

Pandanganku pada uap yang menghilang karena tertelan sinar mentari membuatku termenung dan bertanya-tanya, apa sebenarnya tujuan hidupku?
Bukankah untuk bahagia? Ya, bahagia.. Lalu dimanakah kebahagiaan itu? Dimana aku bisa mendapatkannya? Ah, masih saja pertanyaan-pertanyaan itu berjejal memenuhi otakku.

Pagi masih terasa segar, akan terasa sangat nyaman jika merasakan hangat mentari pagi yang kini terlihat dari sela-sela jendela kamar. Kubuka lebar-lebar jendela yang terbuat dari kayu jati itu. Kutatap indahnya cahaya pagi, seperti muncul kekuatan baru dalam diri sesaat setelah memandangnya. Kurasakan seperti ada desiran-desiran bayu yang membelai wajah, sungguh pagi yang indah.

Gemerisik langkah kudenger mendekat menuju halaman. Kulihat dua orang sedang bercengkerama, berjalan beriringan lalu berhenti di sebuah kebun bunga samping rumah. Kuperhatikan, mata keduanya tertuju pada sekuntum bunga yang berada di tangkainya. Salah seorang dari mereka ingin memetiknya. Namun, belum sempat memegang tangkai bunga tersebut, tangannya tertusuk duri. Lalu, ia berkata pada dirinya. “Alangkah sulitnya hidup ini dan betapa menderitanya kita. Bungapun dikelilingi duri, hingga kita tidak dapat menikmatinya!”

Sementara orang yang kedua berkata, “Alangkah indahnya kehidupan ini, sampai duri saja di tumbuhkan di antara bunga-bunga yang indah ini!”

Baru aku tersadar, dan terlintas dalam pikiranku, bahwa orang bahagia akan selalu berkata, “ Gelasku terisi separuh.” Dan orang yang menderita berkata, “Gelasku kosong separuh.” Begitulah, perbedaan cara pandang manusia terhadap fenomena kehidupan ini; masing-masing memiliki cara pandang sendiri. Karena dalam hidup ini pasti memiliki sisi keindahan dan sisi keburukan. Maka dari itu raihlah keindahan dunia, dan lupakanlah kemuramannya.

Yach, bisa dikatakan kebahagiaan adalah seni atau kemampuan kita dalam menikmati apa yang ada pada diri kita sendiri, atau apa yang kita miliki. Kebahagiaan adalah keterpesonaan pada segala sesuatu yang indah dan memalingkan diri dari kemuraman. Kebahagiaan adalah kemampuan diri meraih segala sisi keindahan. Kebahagiaan bukan hanya memiliki, tetapi kebahagiaan adalah kemampuan menggunakan apa yang kita miliki dengan baik.

Aku sadar, jika dalam hidup, aku belum pernah tersentuh oleh penderitaan, akupun takkan pernah mengerti arti kebahagiaan. Dan jika dalam hidupmu belum pernah tersentuh oleh penderitaan, janganlah kau berkata, “Aku tidak menderita!”, tetapi katakanlah, “Aku bahagia!” Jangan pula kau mengatakan bahwa hidupmu kosong separuh, tapi katakanlah bahwa hidupmu penuh separuh (seperti gelas)!




manifestasi rasa



Kutahu, kata manifestasi rasa
saat hasrat menjelma asa
mengapa tiada larik mampu tercipta
mungkinkah telah habis tinta di jiwa..?

Kini segala merajuk,nyata
terbentur pada sekat kaca
entah, mampukah kugali semua
sedang dia kelana maya..

Oh Tuhan,khayalku terus merajalela
menjalar bersama semak cinta
berharap daun ada menyapa
pada akarku yang tak berharga

Kini kubebaskan beban pikiran
Walau kata mengikat jemari tangan
Pada maya dan nyata
Tetap kan kutulis puisi jiwa



Selasa, 04 Agustus 2009

budak cinta


kata-katamu titah untukku
luputmu,salahmu jadi maklumku
tanpa noda, tanpa cacat
darimu, kesempurnaan yang terlihat

lidahmu, sabda pandhita ratu
kulakukan meski tak mampu
aku tunduk pada keanggunan
dengan terpaksa mengangkat tangan

kau benar-benar membutakanku
mengikat hati dan jiwaku
memenjarakan segala rasaku
buatku tak mampu terlepas darimu

pada ruang itu ku terpaku
ruang maya yang memenjara jiwa
pada sekat kaca yang selalu semu
akhirnya ku abdikan rasaku, selamanya disana..







Senin, 03 Agustus 2009

kidung pemuja cinta

bukan dawai pada biola
yang membuatnya indah terasa
tapi jiwa sang empunya
yang mampu memeluk jiwajiwa hampa

rengekan yang coba menggema
tinggalkan getaran desir rasa
pancarkan rona sukma jiwa
alun, mengalun tembang asmarandhana

mengalir ikuti irama surga
kadang meliuk, kadang mendayu
sesekali cepat, melambat lalu
kesemuanya meliuk, dendangkan keindahan

tak peduli lagi urutan nada
karna bukan tangan yang memainkanya
melainkan sukma pemuja cinta
kidungnya berakhir,tidak nuansanya





Alpha & Omega (kematian)


berduri daging membusuk sudah
santapan belatung,anyir bernanah
lintahlintah bersantap lumpur durhaka
berpeluk liuk buaian angkara

jubah dunia tertanggal sudah
mahkota rupa tak berwajah
tampakkan diri binatang jalang
pada iman yang terbuang

lembut gemulai tarian iblis
goda jasad barwajah manis
jeritan sesal menjadi kekal
lautan amal terlanjur dangkal

lenyaplah angkuh beserta kuasa
cantik, tampan tiada bersisa
akhirnya tunduk tersadar juga
Dialah Alpha,Dialah Omega


swargaloka II


untuk jiwa tanpa raga
dimana waktu bukan pembatas
kesedihan tak diperkenankan
kebahagiaan kekal adanya

kesejukan tiada banding
kenikmatan maha sempurna
sungaisungai mengalir,bidadari didalamnya
manis dikecap, jelita terlihat

damai pelukan Sang Bapa
dalam tahta kerajaanNya
bersanding para malaikat
berpancar surya dalam wajahNya

keinginan bukan lagi angan
nyata dalam satu kedipan
disana, seperti serat kitab berucap
di langit lapis ketiga
swargaloka,semayamnya para dewa